18 Juni 2014

PLAGIAT vs JIPLAK vs COPAS

1392731916665905413
Sumber Gambar:
lustrasi/Admin (Kompas.com)








PLAGIAT


pla·gi·at n pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, msl menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan


Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.

Dalam buku Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah, Felicia Utorodewo dkk. menggolongkan hal-hal berikut sebagai tindakan plagiarisme :
  • Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,
  • Mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran sendiri
  • Mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan sendiri
  • Mengakui karya kelompok sebagai kepunyaan atau hasil sendiri,
  • Menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya
  • Meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
  • Meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.


Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
  • Menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
  • Mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya


Yang tidak tergolong plagiarisme:
  • menggunakan informasi yang berupa fakta umum.
  • menuliskan kembali (dengan mengubah kalimat atau parafrase) opini orang lain dengan memberikan sumber jelas.
  • mengutip secukupnya tulisan orang lain dengan memberikan tanda batas jelas bagian kutipan dan menuliskan sumbernya.







JIPLAK



jip·lak v, men·jip·lak v 1 menggambar atau menulis garis-garis gambaran atau tulisan yg telah tersedia (dng menempelkan kertas kosong pd gambar atau tulisan yg akan ditiru); 2 mencontoh atau meniru (tulisan, pekerjaan orang lain); mencontek: anak-anak jangan sampai terbiasa ~ hitungan temannya; 3 mencuri karangan orang lain dan mengakui sbg karangan sendiri; mengutip karangan orang lain tanpa seizin penulisnya: ~ karangan orang lain adalah perbuatan yg tercela; 
di·jip·lak·kan v diambil jiplaknya: pd sistem penjiplakan bunyi suaranya ~ dr suara akustik yg sebenarnya; 
jip·lak·an n hasil menjiplak; salinan; tiruan; 
pen·jip·lak·an n proses, cara, perbuatan menjiplak: karangan orang lain itu diterbitkannya secara berseri dl majalah sebelum ~ nya terbongkar







COPAS

Copas = Copy Paste = Salin Tempel = "Ctrl+c" "Ctrl+v" 
KoPaSus = Kopi + Paste + Susun 







PLAGIAT vs JIPLAK vs COPAS

Dalam konteks ujian siswa, menjiplak jelas terlarang, karena menjiplak sama dengan menyontek. Setiap soal dalam lembar ujian wajib dikerjakan sendiri-sendiri, demi mengukur tingkat penguasaan atau hafalan siswa atas sebuah mata pelajaran atau bidang studi.

Tapi dalam konteks tulis-menulis, menjiplak dibolehkan atau malah diwajibkan (untuk karya ilmiah). Menjiplak di sini diartikan sebagai kutipan atau saduran dengan menyebutkan sumbernya (pemilik kutipan dan media tempat kutipan itu ditemukan).

Jiplak berbeda jauh dengan arti kata ‘plagiat’ yang secara bahasa hanya memiliki satu arti, yaitu ‘pengambilan karya atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah karya ataupendapat sendiri’.

Dalam ulasan ini, saya memilih untuk hanya menggunakan arti jiplak nomor 3 (copas), bukan tindakan pencurian konten seperti diwakili oleh istilah plagiat.

Di dunia pers dan jurnalistik, menjiplak informasi dibenarkan. Silakan baca berita-berita luar negeri, atau gosip-gosip seputar gadget yang hampir semuanya mengutip (menjiplak) berita dari media luar negeri. Kalau dulu kita mengenal adanya terminologi kantor-berita yang menjadi tempat ‘belanja berita’ bagi awak media. Tapi sekarang, pengelola media tidak hanya merujuk kantor-berita dalam membuat berita-berita yang berada di luar jangkauan liputan mereka. Ibaratnya, daripada repot-repot mengirim wartawan ke luar negeri, lebih murah membeli konten dari luar. Meksipun dalam prakteknya tidak selamanya media mengeluarkan uang saat mengambil berita dari luar. Dan ini dianggap lumrah karena dengan adanya aksi sadur-menyadur atau kutip-mengutip seperti ini, informasi yang dibuat di satu negara bisa tersebar dengan cepat ke negara-negara lain—yang berada di luar jangkauan media yang kontennya disadur atau dikutip tadi.

Di era media sosial, khususnya ketika Twitter menjadi media tercepat dalam penyebaran informasi, aksi jiplak-menjiplak berita mengalami evolusi yang menarik untuk diperbincangkan. Awak media tidak hanya mengandalkan nomor telepon dan SMS dalam mendapatkan respon atau kutipan dari narasumber langganannya. Mereka cukup memantau dan mengutip apa yang ditulis oleh narasumber di akun Twitter masing-masing. Artikel yang dibuat oleh seorang warga pun kadang dijadikan berita tanpa harus bersusah payah mewawancarai penulisnya.

Tapi dalam kasus ini, beberapa pengamat media membenarkan tindakan semacam itu dengan alasan si tokoh menuliskannya di ruang publik; sementara pemerhati lain menganggapnya sebagai kekeliruan mengingat apa yang ditulis si nara sumber tidak dibuat untuk dikutip oleh wartawan tanpa konfirmasi. Masalah ini tentunya memerlukan pembahasan terpisah.

Sementara itu, aksi plagiarisme jelas-jelas merupakan pelanggaran atas hak cipta karena karya orang diakuisisi secara semena-mena. Tindakan pengecut ini dimusuhi oleh penulis, pemusik, sineas dan pembuat konten kreatif lainnya. Kurang lebih sama dengan aksi seorang pencuri emas yang tidak hanya mencuri barang berharga itu secara diam-diam, tapi juga mengakuinya sebagai miliknya saat menjualnya di toko emas.

Bisa disimpulkan, jiplak dan plagiat itu beda tipis. Sama-sama menggunakan konten milik orang, tapi menjiplak secara jujur menyebutkan sumbernya, sementara memplagiasi secara curang mengaburkan atau menghilangkan sumbernya.

Tulisan adalah jenis konten yang paling mudah untuk dicuri. Karena antara judul, isi tulisan dan nama penulisnya terpisah dan mudah dipilah-pilih dengan bantuan ‘ctrl+c’ dan ‘ctrl+v’. Belum ada cara efektif yang bisa memproteksi tulisan dari tangan-tangan jahat plagiator. Misalnya aksi pencurian artikel wisata milik Elisabeth Murni yang dicuri oleh awak media majalah penerbangan Batavia Air.

Konten foto atau video lebih mudah diproteksi dengan menempelkan tanda air atau ‘watermark’ ke dalam foto atau video yang dihasilkan. Tapi jangan salah, plagiator punya seribu akal dalam melancarkan aksinya. Seperti yang dilakukan produser Entertainment News Sore Net TV yang dalam aksi pencuriannya dengan sengaja menghilangkan ‘watermark’ foto-foto indah karya Kompasianer Hendra Wardhana.

Tapi di luar itu, ada juga aksi penjiplakan yang meresahkan pembuat konten. Yang saya maksud adalah aksi memuat-ulang bulat-bulat atau ‘repost’ konten milik orang ke media miliknya dengan maksud mendapatkan pembaca atau hit. Meskipun menyebutkan sumbernya, aksi memuat konten utuh itu merugikan media pembuat konten. Saya yang susah-payah bikin konten, orang lain yang mendulang kliknya!

Banyak situs web yang dibuat untuk menarik utuh artikel atau berita milik media tertentu sehingga bisa dibaca penuh di website miliknya. Kasus seperti ini juga kerap dialami pembuat konten video. Kamu akan menemui banyak sekali satu karya video yang dimuat oleh banyak akun. Fenomena tersebut memaksa Youtube membuat label ‘Official’ untuk konten yang benar-benar ditayangkan oleh pemiliknya.

Kemarin malam saya tertarik pada sebuah berita di media mainstream yang isinya tidak lain ‘repost’ dari artikel Penulis UGM di Kompasiana. Saat pertama kali membaca berita itu, saya tidak berpikir isinya adalah repost. Tapi setelah membandingkan keduanya, ternyata isinya sama. Bedanya, saat menyebut artikel Anggito dan Hotbonar-Marwan, Penulis UGM hanya menyantumkan tautan ke kedua artikel. Pembaca dipersilakan menuju sumber tulisan. Sementara Detik menjiplak utuh isi keduanya. Detik juga mencopas penuh ulasan yang dibuat oleh Penulis UGM yang disebut sebagai  ‘perbandingan tulisan Hotbonar-Munawar dan Anggito’.

Akhirul kalam, tersisa banyak perbincangan dan obrolan yang perlu digelar dalam menyikapi fenomena penjiplakan dan plagiarisme yang kalau tidak disorot serius akan jadi seakut fenomena korupsi.


Sumber:

1 komentar:

  1. Cara Menghindari Plagiat

    Cantumkan dua tanda petik (“) pada pernyataan yang berasal langsung dari naskah asli dan cantumkan sumbernya dengan benar;
    Tulis ulang (paraphrase); dan
    Cantumkan sumbernya dengan benar.

    http://syaifalmandiri.wordpress.com/2012/04/03/plagiat-dan-uu-tentang-plagiat/

    BalasHapus